Jumat, 10 Maret 2017

KUALITAS JASA DAN LOYALITAS KONSUMEN


NAMA ANGGOTA KELOMPOK :
DINDA YUNITASARI K
NUR HASANAH ANGGRAINI
ALYA FATRA ARIEF

KUALITAS JASA DAN LOYALITAS KONSUMEN
A. Pengertian jasa
Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, tetapi dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan proses produksi jasa dapat menggunakan atau tidak menggunakan bantuan suatu produk fisik, jasa tidak mengakibatkan peralihan atau kepemilikan terdapat interaksi antara pengguna dan penyediaan jasa .
                                             
B. Karakteristik jasa
1.    Tidak berwujud (intingibility)
      Jasa berbeda dengan barang karna jasa tidak bisa dilihat, dirasa, diraba , didengar sebelum jasa itu dibeli . konsumen tidak dapat menilai dari jasa sebelum mereka menikmatinya sendiri .
2.   Tidak terpisahkan (inseparahbility)
Jasa biasanya dijual terlebih dahulu baru kemudian di konsumsi dan di produksi secara bersamaan . interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa . keduanya mempengaruhi hasil dari jasa tersebut.
3.   Bervariasi (variability)
Jasa bersifat sangat variabel karna merupakan keluaran non baku (nonstandardized output) artinya banyak variasi bentuk , kualitas , jenis , dan lain-lain .
4.   Tidak tahan lama (perishsability)
      Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.


C. Klasifikasi jasa
   1.     Segmen pasar
Berdasarkan segmen pasarnya , jasa dapat dibedakan menjadi jasa konsumen akhir dan jasa bagi organisasional .
   2.    Tingkat keberwujudan
Berdasarkan kriteria ini jasa dapat di bedakan menjadi 3 macam yaitu,
a.       Jasa Barang sewa
b.       Jasa Barang milik
c.       Jasa nonbarang
   3.    Keterampilan penyediaan jasa
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa terdapat 2 tipe pokok jasa yaitu,
a. Jasa profesional
b. Jasa nonprofesional
   4.     Tujuan organisasi jasa
Berdasarkan tujuan organisasi , jasa dapat diklasifikasikan menjadi jasa komersial (komersial sevice) atau jasa laba (provit service) .
     5.   Regulasi
          Dari aspek regulasi , jasa dapat dibagi menjadi jasa teregulasi (regulated sevice)     dan jasa non regulasi (nonregulated service).
    6.    Tingkat intensitas karyawan
Berdasarkan intensitas karyawan tingkat (keterlibatan tenaga kerja) , jasa dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu jasa berbasis peralatan (equipment – based service) dan jasa berbasis manusia (people- based service) . jasa berbasis manusia masih dapat diklasifikasikan lagi menjadi 3 kategori yaitu, tidak terampil , terampil , dan pekerja profesional . (kotler dalam Tjiptono , 2005) .
7.     Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan
Berdasarkan tingkat kontaknya , secara umum jasa dapat dibagi menjadi jasa kontak tinggi (high contact service) dan jasa kontak rendah (low contact service).
         
D. Strategi Pemasaran Jasa
       Gronroos dalam kolter (2005) berpendapat bahwa pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan pemasaran eksternal , melainkan juga mepasaran internal yang interaktif. Pemasaran eksternal menggarmbarkan pekerjaan biasa untuk menyiapkan , menetapkan harga , mendistribusikan , dan mempromosikan jasa tersebut kepada konsumen . Pemasaran interaktif menggambarkan kemampuan karyawan dalam melayani clien . Clien menilai jasa bukan hanya berdasarkan mutu teknis nya , tetapi juga berdasarkan mutu fungsional nya .

E. Kualitas Jasa
E.1.  Pengertian Kualitas   
 Kotler (2005) merumuskan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk , jasa , manusia , proses , dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Kualitas Memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan .Parasuraman ( 2002)
mendefinisikan kualitas jasa sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas
tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan .
E.2.  Dimensi Kualitas Jasa
Parasuraman (2002) mengemukakakan lima dimensi kualitas jasa , yaitu ,
1. Keandalan ( Releability) , yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan tepat ( accurately) dan kemampuan untuk dipercaya (dependably) .
2. Daya Tanggap (responsiveness) , yaitu kemauan atau keinginan para karyawan untuk
membantu memberikan jasa yang dibutuhkan konsumen.
3. Jaminan (assurance) , meliputi pengetahuan , kemampuan , keramahan , kesopanan , dan
sifat dapat di percaya dari kontak personal untuk menghilangkan sifat keragu-raguan
konsumen dan membuat mereka terbebas dari bahaya dan resiko.
4. Empati , yang meliputi sikap kontak personal atau perusahaan untuk memahami
kebutuhan dan kesulitan , konsumen , komunikasi yang baik , perhatian pribadi , dan
kemudahan untuk melakukan komunikasi atau hubungan .
5. Produk-produk fisik (tangibles) , tersedia nya fasilitas fisik , perlengkapan dan sarana
komunikasi , dan lain-lain yang bisa dan harus ada dalam proses jasa .  
E.3. Model kualitas jasa
Parasuraman (2002) mengidentifikasi lima gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa. Kelima gap tersebut adalah :
1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen, yaitu ada nya
perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi
manajemen mengenai harapan pengguna jasa .
2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi
kualitas jasa.
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (service delivery).
Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor berikut :
A. Ambiguitas pesan
B. Konflik pesan
C. Kesesuaian pegawai
D. Kesesuaian teknologi
E. Sistem pengendalian dari atasan
F. Kontrol yang dirasakan (perceived control)
G. Kerja tim (team work)
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal, ekspektasi pelanggan
atas kualitas pelayanan dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh
perusahaan  mengenai komunikasi pemasaran.
5.  Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.,Yaitu adanya
perbedaan persepsi antara jasa yang diharapkan dan yang diharapkan oleh
pelanggan
E.4.  Mengukur Kualitas Jasa
Mengukur Kualitas jasa berarti mengevaluasi atau membandingkan kinerja suatu jasa
dengan seperangkat standart atau yang telah ditetapkan terlebih dahulu untuk model
pengukuran .
F.LOYALITAS KONSUMEN
F.I.  Pengertian Loyalitas Konsumen
Olliver dalam Hurriyati (2005) menyatakan bahwa loyalitas adalah komitmen
pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan
pembelian ulang produk atau jasa terpilih secara konsisten di masa yang akan datanG
meskipun pengaruh situasi dan usaha – usaha pemasaran mempunyai potensi untuK
menyebabkan perubahan perilaku .
F.2     Karakteristik Loyalitas Konsumen
Griffin (2005) menyatakan bahwa konsumen yang loyal memiliki karakteristik sebagai
berikut :
a. Melakukan pembelian secara teratur (makes regular repeat purchaes).
b. Melakukan pembelian di semua lini produk atau jasa (purchases across product and
service lines).
c. Merekomendasikan produk lain (refes other).
d. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing (demonstrates
on immunity to the full of the competition)
F.3   Merancang dan Menciptakan Loyalitas
Loyalitas pelanggan tidak bisa tercipta begitu saja ,tetapi harus dirancang oleH
pelanggan . Adapun tahap – tahap perancangan loyalitas sebagai berikut:
1. Mendefinisikan nilai pelanggan  (define customer value)
2. Merancang pengalaman pelanggan bermerek ( design the branded custome
experience).
3. Melengkapi orang dan menyampaikan secara konsisten (eqip people and deliver
consistenly).
4. Menyokong dan meningkatkan kinerja (sustain and enchance performance) .
F.4   Tahap – Tahap Loyalitas
Proses seorang calon pelanggan menjadi pelanggan yang loyal terhadap perusahaan
terbentuk melalui beberapa tahapan . Hill dalam Hurriyati (2005) mengemukakan
loyalitas pelanggan dibagi menjadi enam tahapan , yaitu Terduga (suspect) , Prospek
(prospect) , Pelanggan (customer) ,Pendukung klien (client advocast) , dan mitra
(Partners).
F.5   Prinsip  - prinsip Loyalitas
Kotler (2005) mengemukakan bahwa loyalitas konsumen pelanggan dapat diibaratkan
sebagai perkawinan antara perusahaan dan publik (terutama pelanggan inti) . Jalinan
realasi ini akan langsung bila dilandasi sepuluh prinsip pokok loyalitas pelanggan
berikut :        
1. Kemitraan yang didasarkan pada etika dan integrasi utuh
2. Nilai tambah ( kualitas , biaya, waktu siklus , teknologi , profitabilitas dan
sebagainya )  , dalam kemitraan antara pelanggan dan pemasok .
3. Sikap salin percaya antara manajer dan karyawan , pelanggan dan
Perusahaan.
4. Keterbukaan
5. Pemberian bantuan secara aktif dan konkret .
6. Tindakan berdasarkan semua unsur antusiasme konsumen .
7. Fokus pada faktor – faktor tidak terduga yang bisa menghasilkan
kesenangan pelanggan.
8. Kedekatan dengan pelanggan eksternal dan internal.
9. Pembinaan relasi dengan pelanggan pada tahap purnabeli.
10.Antasipasi kebutuhan dan harapan pelanggan di masa datang .
F.6   Mempertahankan Loyalitas Pelanggan
Zeithaml dan Bitner (2005) mengemukakan bahwa untuk mewujudkan daN
mempertahankan loyalitas pelanggan dibutuhkan langkah kunci yang saling terikat
yaitu :
1. Komitmen dan keterlibatan manajeman puncak.
2. Tolak ukur (Internal)
3. Identifikasi kebutuhan pelanggan
4. Penilaian kapabilitas persaingan
5. Pengukuran kepuasan dan loyalitas pelanggan
6. Analisis umpan balik dari pelanggan , mantan pelanggam , non pelanggan dan pesaing
7. Perbaikan berkesinambungan
Griffin (2005) mengemukakan keuntungan – keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki konsumen yang loyal , antara lain :
1. Dapat mengurangi biaya pemasaran ( Karena biaya untuk menarik konsumen yang baru lebih mahal)
2. Dapat mengurangi biaya transaksi
3. Dapat mengurangi biaya perputaran konsumen atau turn over (Karena pergantian konsumen yang lebih sedikit )      
4. Dapat meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan
5. Mendorong getok tular (word of mouth) yang lebih positif
6. Dapat mengurangi biaya kegagalan ( seperti biaya penggantian dll)
F.7   Mengukur Loyalitas
Untuk mengukur loyalitas diperlukan beberapa atribut , yaitu
1. Mengatakan hal yang positif tentang perusahaan kepada orang lain
2. Merekomendasikan perusahaan kepada orang lain yang meminta saran
3. Mempertimbangkan bahwa perusahaan merupakan pilihan pertama ketika melakukan pembelian jasa
4. Melakukan lebih banyak bisnis atau pembelian dengan perusahaan dalam beberapa tahun mendatang
Tjiptono (2005) mengemukakan enam indikator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas konsumen , yaitu                                  
1. Pembelian ulang
2. Kebiasaan Mengkonsumsi merek
3. Rasa suka yang besar pada merek
4. Ketetapan pada merek
5. Keyakinan bahwa merek tertentu merek yang terbaik.
6. Perekomendasian merek pada orang lain                                               
F.8   Pengaruh Kualitas Jasa

Terhadap Loyalitas Nasabah
 Mckevhine (2012) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan pada dasarnya adalah fungsi dari harapan dan presepsi terhadap kinerja suatu produk setelah pelanggan mendapatkan atau menggunakan layanan . pelanggan yang setia cenderung membeli lebih banyak sehingga laba perusahaan akan bertambah dan perusahaan akan mempunyai pelanggan yang loyal . Kotlet (2005) . mengemukakan bahwa kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan . Dalam jangka panjang ,ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka . Perusahaan harus mengutamakan layanan yang memuaskan konsumen sehingga terbentuk loyalitas yang sesungguhnya . perusahaan harus mengutamakan layanan , memonitor keluhan – keluhan para konsumen , dan harus selalu tanggap terhadap keluhan para pelanggan.

PEMBELAJARAN KONSUMEN

Nama Anggota : 
JULIANA PUTRI HANDAYANI
RIKA APRILIANINGSIH


PEMBELAJARAN KONSUMEN

I. Pengertian Pembelajaran

Menurut Hill (2005), Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen yang diakibatkan oleh pengalaman. Sementara menurut schiffman dan kanuk (2000) dari perspektif pemasaran, proses belajar konsumen dapat diartikan sebagai sebuah proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan dan pengalaman pembelian dan konsumsi yang akan ia terapkan pada perilaku yang relatif permanen atau pontesial terhadap perubahan seperti itu.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku yang relatif permanen yang diakibatkan oleh pengetahuan dan pengalaman konsumen atas pembelian dan konsumsi yang akan diterapkan pada masa mendatang. Terdapat beberapa hal penting yang ditarik dari definisi belajar tersebut :
1. Belajar adalah suatu proses yangg berkelanjutan.
2. Belajar adalah proses mencari informasi yang secara sungguh - sungguh dan  sengaja dilakukan oleh konsumen.
3. Terminologi bleajar memiliki makna yang luas, belajar memiliki makna yang sederhana,  tetapi bisa juga menjadi sesuatu arti yang rumit,yaitu pada pemahaman konsep yang abstrak.
4. Belajar berarti adanya perubahan perilaku yang relatif permanen.

II. Syarat Proses Belajar

Beberapa syarat proces belajar adalah sebagai berikut :
1. Motivasi, yaitu daya dorong dari dalam diri konsumen. Motivasi muncul karena adanya     kebutuhan dari konsumen sendiri.
2. Isyarat, yaitu stimulus yang mengarahkan motivasi tersebut. Isyarat akan      memengaruhi cara konsumen bereaksi terhadap suatu motivasi.
3. Respons, yaitu reaksi konsumen terhadap isyarat.
4. Pendorong, yaitu sesuatu yang meningkatkan kecenderungan konsumen untuk berprilaku pada masa mendatang karena adanya isyarat atau stimulus.

III.  Proses Belajar
Proses Belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut -
1.  Proses Belajar Kognitif
Proses Belajar Kognitif adalah proses belajar yang dicirikan oleh adanya     perubahan     pengetahuan, yang menekankan kepada proses mental     konsumen untuk       mempelajari informasi
2.  Proses Belajar Perilaku
Proses Belajar Perilaku adalah Proses belajar yang terjadi ketika konsumen        bereaksi         (dalam bentuk tindakan bukan proses mental ) terhadap lingkungannya atas   stimulus yang datang dari lingkungah . Proses Belajar      Perilaku sendiri dibagi  menjadi tiga 3 yaitu :

1.Pengkondisian Klasik ( Classical Conditioning )
Ada beberapa konsep kunci dari pengkondisian klasik yang berlaku pada perilaku konsumen, antara lain rangsangan mutlak, tanggapan mutlak, rangsangan bersyarat , tanggapan bersyarat, pelacakan isyarat, dan pengkondisian tingkat tinggi.
A. Rangsangan Mutlak, yaitu rangsangan yang menimbulkan sebuah tanggapan, contohnya saat penjual menetapkan diskon harga produk 75% konsumen langsung bereaksi dengan membeli produk tersebut
B. Tanggapan Mutlak, yaitu tanggapan yang ditimbulkan oleh rangsangan mutlak, contohnya penjual memberikan kebijakan kredit kepada konsumen yang loyal pada perusahaan.
C. Rangsangan Bersyarat, yaitu rangsangan  netral sebelumnya yang mengambil beberapa sifat rangsangan mutlak jika dipasangkan dengan sesuai.
D. Tanggapan Bersyarat, yaitu tanggapan yang ditimbulkan oleh rangsangan bersyarat.
E. Pelacakan Isyarat ( sign Tracking), yaitu kemampuan penggambaran perhatian dari rangsangan mutlak dan bersyarat,
F. Pengkondisian tingkat tinggi ( Hign-Order Conditioning), yaitu kemampuan rangsangan bersyarat pada pengkondisian klasik dari rangsangan netral lain sebelumnya.
Pengkondisian Klasik adalah suatu teori belajar yang mengutarakan bahwa makhluk jiduo, baik manusia maupun binatang, adalah makhluk pasif yang kepadanya bisa diajarkan perilaku tertentu melalui pengulangan. Ada 3 konsep utama yang diturunkan dari proses belajar pengkondisian klasik, yaitu pengulangan (repetition), generalisasi stimulus ( stimulus generalization), dan diskriminasi stimulus ( stimulus discrimination).
Pada masa pasca pembelian dan penggunaan produk, konsumen akan mampu membuat penilaian, tempat-tempat belanja mana yang memuaskan dan mana yang mengecewakan.
A. Pengulangan
Pengulangan adalah proses menyampaikan pesan kepada konsumen berulang kali, dengan frekuensi yang berkali-kali. Produsen berusaha melakukan pengulangan stimulus yang disampaikan kepada konsumen,]. Ada banyak iklan yang mengadopsi teori pembelajaran ini.

B. Generasi Stimulus
Generasi Stimulus adalah kemampuan seorang konsumen untuk bereaksi sama terhadap stimulus yang relatif berbeda. Konsumen akan menerimastimulus yang berbeda-beda, dan mampu mengaitkan stimulus yang satu dengan yang lainnya sehingga mereka bisa membuat kesimpulan atau generalisasi terhadap stimulus tersebut. Pemahaman generelasi stimulus biasanya diterapkan dalam pemasaran untuk membuat merek dan kemasan seperti yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Perluasaan Lini Produk
Biasanya produk baru ini menggunakan merek yang suda dipakai oleh produk lama dan sudah dikenal. Dengan begitu merek produk yang sudah dikenal diharapkan dapat diterima dengan mudah oleh konsumen.
2. Merek Keluarga
Kemampuan konsumen untuk mengggeneralisasi produk ni lah yang menjadi dassar aplikasi merek keluaga.
3. Produk Me-too
Produk me-too adalah suatu konsep pembuatan kemasan yang mirip dengan kemasan produk pesaing. Para pesaing bertujuan untuk menyampaikan pesan bahwa produknya memiliki citra yang sama baikseperti produk merek yang sudah ternama
4.  Nama yang serupa (similar name)
Kesamaan tersebut diharapkan bisa membuat konsumen menarik asosiasi          kualitas antara dua produk tersebut.
5.  Pelisensian (Licensing)
Pelisensian adalah praktik pemberian merek dengan menggunakan          nama-nama selebritis, desainer, produsen perusahaan , bahkan tokoh-tokoh        film kartun.
6.  Perluasan situasi pemakaian
Para pemasaran berusaha agar citrapositif dari mereknya yang sudah terkenal dapat diasosiasikan dengan produk - produknya yang baru melalui perluasan lini produk.

C. Diskriminasi stimulus (stimulus discrimination)
Diskriminasi stimulus adalah lawan kata dari generalisasi stimulus. Pada generalisasi stimulus, konsumen diharpkan bisa mengambil kesimpulan yang sama dari berbagai stimulus yang relatif berbeda.
1. Pemosisian (Positioning)
Pemosisian suatu produk atau merek adalah citra, image, atau persepi yang dimiliki  konsumen terhadap produk tersebut. Pemosisian adalah nilai yang ingin ditanamkan di benak konsumen
2. Diferensiasi (differentiation)
Suatu produk ingin dilihat sebagainsuatu yang memiliki atribut unik yang tidak dipunyai oleh produk lainnya.

2. Proses belajar instrumental (operant conditioning)
Adalah proses belajar yang terjadi pada diri konsumen karena konsumen menerima imbalan yang positif atau negatif. Proses belajar instrumental memiliki 4 konsep penting, yaitu :


A. Penguatan (reinforcement)
Penguatan merupakan sebuah rangsangan yang dapat meningkatkan probabilitas repetisi perilaku yang akan diikuti. Penguatan dibedakan menjadi dua yaitu:
- Penguatan Positif (posotive reinforcement)
Adalah hal-hal positif tang diterima konsumen karena mengonsumsi atau membeli suatu produk, Pengaruh dari penguatan positif adalah meningkatkan kecenderungan seorang konsumen untuk membeli ulang suatu produk.

- Penguatan Negatif (negative reinforcement)
Adalah suatu yang tidak menyenangkan yang akan dirasakan konsumen karena merekan tidak mengonsumsi atau membeli suatu produk atau jasa, penguatan negatif akan meningkatkan kecenderungan seorang konsumen untuk membeli produk/jasa untuk menghilangkan penguatan negatif tersebut.
- Penguatan Sekuder ( secondary reinforcement)
Adalah rangsangan netral sebelumnya yang memerlukan sifat penguatan melalui asosiasinya dengan menguatkan primer, contoh : konsumen yang berbelanja ditoko yang harganya murah akan lebih loyal lagi jika penjual juga memberikan pekayanan yang memuaskan,

Sumarwan (2004) mengusulkan dua bentuk penguatan yaitu :
1. penguatan produk ( Produk reinforcement)
Penguatan produk adalah produk yang dibeli dan dikonsumsi oleh konsumen
2. penguatan nonproduk (non product reinforcement)
penguatan nonproduk adalah bentuk penguatan dengan cara   memberikan hadian atau reward karena pembelian suatu produk.

Sumarwan (2004) membagi jadwal penguatan menjadi 2 yaitu
1. Penguatan Total, yaitu penguatan yang diberikan kepada  konsumen  yang melakukan respons yang sesuai.
2. Penguatan Parsial, yaitu penguatan yang diberikan tidak pada setiap  respons yang dilakukan konsumen.

Ada beberapa jenis penguatan lainnya yaitu,

1)    Penguatan interval-tetap (fixed-interval reinforcement) adalah penguatan yang diberikan pada waktu tertentu secara rutin, misalnya perusahaan travel memberikan diskon tertentu kepada konsumen yang sedang berulang tahun.
2)    Penguatan interval-variabel (variable-interval reinforcement) adalah pengutan yang diberikan pada interval waktu yang bervariasi. Pemasar memberikan diskon kepada pelanggan yang bervariasi. Semakin lama menjadi pelanggan, semakin besar diskon yang diberikan. Selain diskon, pemasar juga menggunakan voucer. Semakin banyak berbelanja, semakin banyak voucer belanja yang akan didapatkan konsumen.
3)    Penguatan rasio-tetap (fixed-ratio reinforcement[schedule]) adalah pengguatan yang diberikan jika konsumen telah melakukan respons (pembelian) dalam jumlah tertentu. Pengecer akan memberikan jasa pengantaran produk kerumah jika konsumen berbelanja dalam jumlah minimal yang ditentukan.
4)    Penguatan rasio-variabel (variable ratio reinforcement[schedule]) adalah penguatan yang diberikan kepada konsumen jika mereka telah melakukan respons. Namun, konsumen tidak mengetahui berapa jumlah respons yang diperlukan agar mereka memperoleh penguatan. Pengusaha bus malam bemberikan tiket gratis kepada pelanggan jika telah memberi tiket dalam jumlah tertentu yang tidak diketahui oleh konsumen. Penumpang kereta api akan mendapatkan tiket gratis jika sudah membeli tiket dalam jumlah yang ditentukan.

b.   Hukuman (punishment)
Hukuman adalah hal-hal negatif atau hal yang tidak menyenangkan yang diterima konsumen karena melakukan suatu perbuatan. Hukuman tersebut akan mengurangi kecenderungan konsumen untuk mengulangi perbuatanannya. Contohnya adalah denda yang dijatuhkan kepada seseorang yang melakukan kesalahan: PLN memberikan denda bagi pelanggan yang terlambat membayar rekening listrik, dan PDAM akan mencabut meteran air jika pelanggan tidak membayar dalam jumlah yang ditetapkan.

c.   Kepunahan ( extinction)
Kepuhunan muncul ketika konsumen menganggap bahwa stimulus tidak dapat memberikan kepuasan yang diharapkannya. Singkat kata, produk tersebut telah mengecewakan konsumen. Kekecewaan menyebabkan dihentikannya pembelian suatu produk. Biasanya kepuhunan muncul jika produk berkualitas rendah atau konsumen sudah bosan. Kepuhunan bisa juga terjadi karena kemunculan produk baru yang lebih memuasakan.

d.   Pembentukan (shaping)
Pembentukan adalah konsep dimana konsumen diarahkan untuk melakukan suatu prilaku terlebih dahulu sebelum bisa melakukan suatu perilaku yang diharapkan produsen. Contohnya suatu pertunjukan disebuah pusat perbelanjaan untuk menarik banyak penggunjung. Diharapkan dengan adanya pertunjukan itu, para penggunjung akan berbelanja dipusat perbelanjaan tersebut. Pertunjukan musik, busana, dan acara sulap juga termasuk pembentukan.

3. Pembelajaran observasional (observational learning atau vicarious       learning)
  Pembelajaran observasional adalah proses belajar yang dilakukan konsumen ketika mereka mengamati tindakan atau prilaku orang lain, dan konsekuensi dari perilaku tersebut. Konsumen akan meniru perilaku orang lain (pemodelan atau modelling). Sebagai contoh, seorang tokoh publik ditampilkan dalam iklan sedang menggunakan produk tertentu. Dampaknya adalah masyarakat akan mengikuti si tokoh dengan membeli produk yang diiklankan tersebut.
Tiga ide penting telah muncul dari teori pembelajaran observasional.
1.     Pembelajaran observasional memandang orang sebagai simbol yang meramalkan kemungkinan konsekuensi dari perilaku mereka dan memvariasikan perilakunya.
2.    Orang belajar dengan memperhatikan tindakan orang lain dan mengamati konsekuensinya dari tindakan-tindakan tersebut.
3.    Orang memiliki kemampuan untuk mengatur perilaku mereka sendiri, dan melalui proses regulasi diri, mereka menyediakan penghargaan dan penghukuman internal sendiri dengan perinsip pembelajaran kongnitif dan pengondisian operan tertentu.
Para ahli teori pembelajaran-sosial menekankan pentingnya model dalam penyebaran informasi. Model adalah seseorang yang perilakunya diobserasi oleh orang lain dan berusaha untuk ditandingi. Efektivitas model akan meningkat dalam keadaan berikut.
a.     Model secara fisik menarik.
b.    Model dapat dipercaya.
c.     Model berhasil.
d.    Model hampir sama dengan pengamat.
e.    Model yang ditampilkan mengatasi kesulitan dan kemudian berhasil.
Sebagai contoh, iklan sabun Lux selalu dibintangi oleh artis-artis papan atas yang memiliki citra diri yang baik, berkualitas, pintar, dan sukses. Dengan begitu, diharapkan Lux juga mempunyai citra yang sama dengan model yang menjadi bintang iklan sabun tersebut.
      Sumarwan. (2004) menyebutkan tiga penggunaan belajar vikarius dalam strategi pemasaran, yaitu:
1.     Menggembangkan respons baru
Model digunakan untuk memperkenalkan berbagai penggunaan produk-produk baru yang selama ini belum terfikirkan oleh konsumen.
2.    Mencegah respons yang tidak dikehendaki
Tokoh-tokoh menjadi panutan bagi konsumen digunakan untuk mempromosikan produk yang dihasilkan oleh produsen untuk meyakinkan konsumen bahwa produk yang dihasilkan merupakan produk baik.
3.    Memfasilitasi respons

Konsumen mungkin telah mengenal suatu produk dan bagaimana menggunakan produk tersebut, namun belum tertarik untuk membeli dan menggunakan produk. Model bisa digunakan untuk memperagakan produk sehingga menjadi daya tarik konsumen untuk bisa meniru model tersebut. Disini model berfungsi sebagai fasilitator respons bagi konsumen.